FEATURE ( Budaya Indonesia)


Layang- Layang sebagai Akar Budaya Bangsa Indonesia 

Salah satu peserta sedang mengendalikan layang-layang

Apabila mendengar tentang layang-layang sudah pasti hal-hal yang terlintas dibenak kita adalah suatu permainan masa kecil, seutas benang, angin yang kencang, bentuk yang beraneka ragam, bermain di lapangan bersama teman-teman, saling berlomba meninggikan layangan dan masih banyak hal-hal lainnya. Nah, pada tanggal 8 dan 9 Juli 2017 ini telah diadakan acara Festival Layang-Layang Nasional 2017 yang diadakan di Pantai Parangkusumo Bantul.

Acara ini diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata Yogyakarta dan PERKALIN (Panitia Perkumpulan Pekarya Layang-Layang). Banyak pihak yang mengapresiasi acara festival layang-layang ini. Hal itu karena layang-layang telah menjadi akar budaya bangsa yang asal muasalnya dari Indonesia, tepatnya dari Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara, dengan ditemukannya sebuah lukisan di gua pada awal abad ke-21 yang memberikan kesan orang bermain layang-layang yang menimbulkan spekulasi mengenai tradisi sudah sangat lama tersebar dikawasan Nusantara.

Maka dari itu ternyata layang-layang pertama di dunia berasal dari Indonesia, namanya kaghati kolope. Sejak dulu kita beranggapan bahwa bangsa cina lah yang menemukan layang-layang, namun klaim itu dipatahkan pada tahun 1997 saat ahli layang-layang berkebangsaan jerman menyatakan bahwa Kaghati adalah layang-layang tertua di dunia, bahkan melebihi layang-layang bangsa Cina yang telah ada sejak 2800 tahun yang lalu. Berawal dari festival layang-layang internasional Berck sur Mer di Prancis tahun 1997 tertarik dengan layang-layang dari Indonesia yang hanya dibuat dari daun. Layang-layang inilah yang disebut Kaghati Kolope.

Kaghati dalam bahasa Muna berarti layang-layang dan Kolope merupakan bahan-bahan yang digunakan untuk membuatnya. Karena ketertarikannya pada layang-layang Wolfgang akhirnya datang ke Pulau Muna, saat berkunjung ia melihat lukisan dinding yang menggambarkan seorang tengah menerbangkan layang-layang. Setelah melakukan penelitian ternyata lukisan itu sudah ada sejak 9000-5000 tahun sebelum masehi. Dari hasil penelitian itulah bahwa Kaghati dari Muna, Sulawesi Tenggara adalah layang-layang pertama kali diterbangkan oleh manusia.

Adapun cara membuat Kaghati Kalope ( Layang-layang tertua di dunia) adalah dengan mengolah daun kalope menjadi kertas layang-layang terlebih dahulu. Untuk mendapatkan kualitas terbaik daun Kalope adalah dengan memetiknya saat daun menua lalu panaskan diatas bara api. Barulah setelah itu daun dijemur selama dua hari. Hasilnya bahan layang-layang berupa kertas putih, elastis dan kedap air. Untuk satu layang-layang dibutuhkan sekitar 100 lembar daun kalope.

Setelah menjadi kertas putih daun-daun itu direkatkan satu sama lain pada sisi-sisinya sehingga menjadi satu lembaran yang utuh. Lembaran kertas dari daun kolope tersebut dikepik dengan kerangka kayu dan disimpan elama lima hari. Berikutnya, lembaran itu dirajut dengan tali agar menjadi lembaran utuh kertas layang-layang. Sambil menunggu, dibuat kerangka layang-layang. Untuk membuat kerangka layang-layang dari bambu dan talinya dari daun nenas hutan. Daun itu tidak langsung diolah tapi disimpan selama 2 hari.

Setelah kering, daun dikerok dengan bambu sehingga yang tersisa hanya serat lalu dicecar menjadi jumbai-jumbai benang. Satu helai daun nenas dapat menghasilkan 10 meter tali layang-layang. Ketika kerangka sudah siap, kemudian disatukan. Setelah itu diberi sentuhan nasa dering kamumu. Kamumu adalah semacam pita suara yang dibuat dari nyiur yang apabila ditiup angin akan menghasilkan bunyi khas mendayu. Tapi dengan perkembangan zaman sekarang layang-layang bisa dibuat dengan mudah dan dibentuk beraneka ragam.

Didalam acara festival ini misalnya, banyak peserta yang membuat layang-layang dengan bentuk naga, grobak rujak es cream, lobster dan masih banyak lagi. Acara ini juga dibuka untuk umum, tidak hanya dari wilayah Yogyakarta itu sendiri adapula peserta dari luar negri seperti India yang mengikuti festival layang-layang ini. Dana yang didapatkan berasa dari pemerintah Yogyakarta, melalu sponsorship seperti hydrococo dan juga berasal dari dana pribadi. Dengan banyaknya pihak yang mendukung dan antusias masyarakat maka diharapkan permainan layang-layang ini masuk kedalam olah raga kedirgantaraan yang dibawah naungan FASI.

“Saya berharap dengan diadakan acara festival ini memiliki banyak manfaat terlebih lagi bisa meningkatkan destinasi wilayah pantai yang belum terkenal menjadi terkenal dan menghidupkan lagi permainan layang-layang di Indonesia. Apalagi di era modern seperti saat ini” Ujar Pak Gatot Kusmanto selaku seksi acara dari festival layang-layang. Selain adanya Festival layang-layang panitia juga mengadakan workshop kepada anak-anak tentang bagaimana cara bekerjasama dalam suatu kelompok, berinteraksi, dan pengetahuan-pengetahuan lainnya tentang permainan layang-layang.



Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer